Halaman

Senin, 12 Oktober 2009

HAMBATAN DALAM MENDENGARKAN 3.


-->
Anda menjadi narasumber, orang yang terdepan, sering berbicara dengan hadirin
Menjadi pembicara pada pertemuan penting, pertemuan tidak [enting, di Kelompok tani, di Kampus, di Gedung, di Pondok Pertemuan.
Dimana saja
Kapan saja.
Ada tips yang menarik untuk anda perhatikan.
Mau. Oke.
 
Berikut ini daftar kebiasaan buruk dalam mendengarkan:

l. Padam-Nyala:
Kebiasaan jelek dalam mendengarkan ini lahir dari kenyataan bahwa kebanyakan orang berpikir kira-kira 4 kali lebih cepat dari kemampuan rata-rata orang dalam berbicara. Dengan begitu, pendengar punya kelebihan  bagian dari waktu mendengarkan. Kadang kelebihan waktu ini digunakan untuk memikirkan kejadian, urusan dan kesulitannya sendiri sebagai ganti menyimak, mengkait-kaitkan dan menyimpulkan apa yang disampaikan pembicara. Masalah ini bisa diatasi dengan cara memberikan perhatian tidak hanya pada kata-kata saja, tetapi juga mengamati tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, keragu-raguan, dan seterusnya, untuk menghayati sampai pada tingkat perasaan.


2.Bendera Merah
Untuk sebagian orang, kata-kata tertentu bisa berarti seperti bendera merah bagi banteng. Setiap mendengar kata-kata tersebut kita jadi terganggu dan berhenti mendengar. Masing-masing kelompok, masyarakat, organisasi punya istilah-istilah tertentu yang bisa jadi bendera merah. Ada juga beberapa kata yang secara umum akan menimbulkan reaksi banteng bila kita mendengarnya, misal, 'uang'. Bila kita mendengar kata ini, kita beralih perhatian dari pembicara. Kita kehilangan kontak dengannya dan gagal berusaha memahaminya. langkah pertama untuk mengatasi masalah ini adalah menemukan kata-kata mana yang berarti bendera merah bagi kita pribadi, dan mencoba mendengarkan seseorang dengan lebih memperhatikan masalah ini.

3.Buka Telinga, Tutup Pikiran:
Kadang kala, kita terlalu cepat memutuskan bahwa si pembicara dan topiknya menjemukan, dan apa yang dikatakan sama sekali tidak punya arti, biasanya kita langsung menyimpulkan bahwa kita bisa menduga apa yang dia ketahui dan apa yang akan dia katakan. Karenanya kita berkesimpulan batrwat idak gunam endengarkannyak, arenat idak akan ada hal baru yang disampaikan. Sebaiknya terus saja mendengar dan membuktikan apakah dugaan kita itu benar atau salah.

4. Tatapan Kosong:
Kadang kala, kita menatap si pembicara dengan serius, dan tampak mendengarkan padahal sebenarnya pikiran kita sedang melayang entah ke mana. Kita asyik dengan pikiran sendiri. Pandangan kita jadi kosong, dan sering pula tampak seperti melamun. Sebaiknya kita mengatakan padanya bila menjumpai orang seperti itu. Orang lain juga bisa menemukan hal yang sama pada kita, kita tidak sedang memperolokolok siapapun. Tundalah khayalan pada kesempatan lain. Bila kebanyakan peserta sudah memandang dengan tatapan kosong, cari waktu yang tepat untuk menyarankdn istirahat atau sedikit merubah kecepatan berbicara.

5. Terlalu Dalam Buat Saya:
Bila pembicaraan yang kita dengarkan berupa gagasan yang terlalu rumit dan saling kait-mengkait, biasanya kita terlalu memaksa diri untuk bisa mengikuti apa yang disampaikan, dan berusaha sungguh-sungguh untuk bisa memahaminya. Mungkin kita akan berkesimpulan bahwa pembicara dan topiknya cukup menarik. Tapi biasanya kita tak mampu memahaminya. Bila kebanyakan peserta tidak paham, ada baiknya meminta penjelasan atau contoh, kalau dimungkinkan.

6. Jangan Goyang Perahu:
Orang tidak suka berbalik dari gagasan prasangka dan sudut Pandalan : bahkan banyak yang tidak mau merubah
pendapat dan kesimpulannya. Jadi, bila seorang pembicara  mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang kita pikir dan percayai, kita mungkin tanfa sadar berhenti mendengar, atau bahkan membela diri dan merancang serangan balasan. Kendati kita ingin melakukan ini, sebaiknya kita dengarkan dulu, ketahui apa yang dipikirkannya, pahami apa maksudnya, dengan begitu kita bisa berhasil melakukan pemahaman dan memberikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar