UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan merupakan perwujudan revitalisasi ketiga sektor unggulan tersebut, sekaligus reformasi penyuluhan sendiri. Yang pasti, keberhasilan reformasi penyuluhan akan mempercepatan proses revitalisasi sektor agribisnis nasional di tengah globalisasi perdagangan dunia yang tengah melaju kencang.
Sementara keberadaan penyuluhan sejak reformasi ternyata kurang tertata apik, termasuk penyuluhnya kurang ‘di-orang-kan’. Apalagi semenjak otonomi daerah, nasib penyuluhan pun dilimpahkan ke provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, dengan adanya UU No.16/2006, keberadaan penyuluh mulai ditata kembali, termasuk menata ulang kewenangan penyelenggaraan dan pengembangan/peningkatan kualitas SDM penyuluh.
Yang jelas, dengan UU baru, organisasinya juga disesuaikan. Untuk pemerintah (pusat) lembaga yang menangani disebut Badan yang menangani Penyuluhan, di tingkat Provinsi disebut Badan Koordinasi Penyuluhan, sedangkan untuk kabupaten/kota bernama Badan Pelaksana Penyuluhan. Masih ada lagi tingkat kecamatan dikenal Balai Penyuluhan dan Pos Penyuluhan pada desa/kelurahan.
Membahas masalah penyuluhan kehutanan, Agro Indonesia mewancarai Dr Ir Eka Widodo Soegiri. Pria kelahiran Jakarta 52 tahun lalu ini, sehari-hari menangani penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. Maklum saja, dia dibesarkan di lembaga penyuluhan kehutanan. Dan wajar pula bila dia familiar dengan para penyuluh serta faham betul UU No.16/2006 berserta perangkat hukum pendukungnya. Ia mengaku diberikan tugas sejak awal penyusunan, pembahasan sejak draf RUU, PP, Perpres, Permen hingga implementasinya. Berikut petikannya:
Kapan Anda pertama ditugaskan di Pusat Penyuluhan Kehutanan?
Tahun 2004, saya ditugaskan di penyuluhan hingga sekarang.
Kalau begitu tidak salah bicara dengan Anda. Apa sih yang melatar-belakangi lahirnya UU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan?
Ha, ha, ha. Terus terang tugas penyuluhan itu harapan sekaligus tantangan. Untuk itu, sejak saya dipercaya pimpinan di sini, saya begitu menghayati dan menyukai akan tugas ini. Sebenarnya sih bekerja di mana pun sama saja. Yang penting kesungguhan dan keikhlasan. Apalagi penyuluhan merupakan ujung tombak paling depan untuk menyampaikan kebijakan institusi secara utuh kepada masyarakat, maka tentu ini tugas dan sekaligus tantangan.
Lahirnya UU No.16/2006 adalah pidato Pak SBY di Purwakarta ketika mencanangkan revitalisasi sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. Jadi, semangatnya dari sana. Kemudian dengan inisiatif DPR dirancanglah usulan RUU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Saya dipercaya pimpinan ikutserta menyusun dan membahas dalam berbagai hal, mulai pembuatan draf, pembahasan sampai disahkannya jadi UU.
Kunci keberhasilan penyuluhan itu seperti apa?
Kuncinya menjunjung tinggi komitmen dan membangun komunikasi. Tapi yang paling prinsip adalah jangan sampai ada dusta di antara penyuluh. Ingkar pada komitmen akan merusak peran, makna dan fungsi sekaligus citra penyuluhan. Karena itu, jangan mencoba melanggar komitmen yang dibuat, apakah kepada penyuluh atau penyuluh kepada masyarakat. Pasalnya, apabila institusi membuat kebijakan A, maka penyuluh akan menyampaikan A kepada masyarakat. Jangan sampai terjadi di kemudian hari berubah jadi B, maka tamatlah citra penyuluh. Demikian pula dengan komunikasi yang baik dan benar.
UU sudah disahkan tahun 2006, bagaimana dengan PP sebagai pelaksananya?
Saya jelaskan di sini, turunan UU No.16 Tahun 2006, terdiri 2 PP [implementasinya disatukan dengan PP No.43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan]. Sedangkan yang masih dalam proses adalah 2 Perpres dan 7 Permen. Nah, berkaitan dengan Perpres No.24 tanggal 14 April 2010, itu bukan merupakan turunan langsung UU tersebut, tetapi terbentuknya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan dalam perpres adalah salah satu rujukan UU No.16/2006 pasal 8 ayat (2) huruf a.
Apa sih keuntungan bagi penyuluh kehutanan dengan UU ini?
Pertama, adanya kelembagaan yang menangani khusus kegiatan penyuluhan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai di tingkat desa. Kedua, memperoleh kesetaraan persyaratan, jenjang jabatan, tunjangan jabatan fungsional, tunjangan profesi dan usia pensiun (pasal 22 ayat 1). Dalam kesetaraan hak, usia pensiun Penyuluh Kehutanan saat ini sedang dalam proses untuk dapat disetarakan menjadi 60 tahun khususnya bagi penyuluh terampil penyelia dan penyuluh tingkat ahli muda yang telah ditetapkan sebelum Perpres terbit. Sedangkan Penyuluh Kehutanan Ahli Madya, ketika perpresnya terbit dapat dinaikkan menjadi 60 tahun. Sehingga jenjang karir Penyuluh Kehutanan bisa mencapai pangkat tertinggi seperti pejabat struktural. Insya Allah Perpres mengenai hal itu segera terbit. Ketiga, Adanya regulasi yang khusus mengatur pembiayaan kegiatan penyuluhan yaitu PP 43 Tahun 2009. Dengan demikian, diharapkan dapat mengantisipasi kebutuhan penyuluhan kehutanan mulai dari tunjangan jabatan, tunjangan profesi, sarana prasarana, biaya operasional penyuluh sampai dengan personal use lainnya.
Dengan terbentuknya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, apa peran dan manfaatnya bagi penyuluh.
Pertanyaan ini, lebih tepat nanti Anda tanyakan pada Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM yang diajukan oleh Menteri Kehutanan kepada presiden.
Sebenarnya apa harapan penyuluh yang Anda tangkap selama ini di lapangan?
Aspirasi yang saya tangkap sih para Penyuluh Kehutanan sangat berharap dengan keberadaan lembaga baru itu. Profesi mereka lebih terhormat, diperlukan oleh masyarakat dan dapat menjadi ujung tombak penggerak pembangunan kehutanan di lapangan guna mewujudkan Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan. Jangan lupa kesejahteraannya juga harus meningkat sehingga Penyuluh Kehutanan menjadi lebih sejahtera, bermartabat, menjadi profesi yang diminati dan membanggakan.
Menurut catatan Agro Indonesia, satu-satunya doktor penyuluhan di Kehutanan yang masih aktif hanya Anda. Begitu mencintai dan menghayati pekerjaan?
Ha, ha, ha. Anda dapat info dari mana? Kalau wartawan memang serba tahu saja. Saya berlatar belakang S1 kehutanan dari Fahutan IPB, kemudian ada kesempatan melanjutkan S3 di Universitas Padjajaran. Mungkin saya bukan satu-satunya doktor penyuluhan di kehutanan, lebih tepatnya tanyakan ke Biro Kepegawaian.
Soal mencintai pekerjaan dan menghayati itu sudah kewajiban sebagai abdi negara di mana pun ditugaskan. Dunia penyuluhan punya seni tersendiri. Yang jelas, kita punya banyak teman di lapangan. Saya memahami dan menghayati tugas ini karena penyuluhan merupakan media dan sarana untuk menyampaikan kebijakan institusi kepada masyarakat secara utuh dan benar.
Kalau begitu enak dong jadi penyuluh kehutanan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar